Sebuah kalimat lama mengatakan, buku adalah jendela dunia. Maka membaca adalah caranya. Dengan membaca kita juga bisa mengetahui banyak hal penting tentang pengetahuan juga perspektif dari suatu masalah. Membaca juga adalah inspirasi ide-ide baru sekaligus pintu gerbang masuknya motivasi ke dalam diri pembaca. Dan ini akan memacu cerahnya masa depan.
Dibanyak negara maju, membaca diberbagai tempat adalah tontonan yang wajar. Misalnya di stasiun, di dalam kereta, di taman dan di ruang publik lainnya. Bahkan, saat BAB pun disempatkan baca koran atau baca buku versi digital. Bukan BAB berseling nyedot rokok. Dari situ memang dapat dilihat kualitas penduduknya. Waktu yang hanya 24 jam sehari begitu berharga. Karena bangsa yang melek adalah bangsa yang punya reading culture (budaya membaca). Sebaliknya, bangsa yang tempe adalah bangsa yang berbudaya malas baca dan lebih banyak suka ngobrol kering ilmu ataupun nonton TV yang hanya memperlambat menuju masyarakat modern berwawasan tinggi. Apalagi saat ini kita dihadapkan dengan adanya internet. Bagai belati bermata dua. Negatifnya, masyarakat kita malah ngambil ilmu secara instan. Ada tanya baru nyari di internet. Belum lagi dengan adanya layanan yang memudahkan berkomunikasi, bersosial media yang hiper sekali.
Sekelumit diatas hanyalah sebagian kecil penyumbang penduduk negara kita untuk menghindar jauh dari budaya membaca. Itu artinya, kita adalah bangsa mlempem yang hanya menjadi sasaran empuk bangsa melek baca. Sadar ataupun tidak itulah yang saat ini terjadi pada negeri tercinta ini. Indonesia.
Para pendiri bangsa kita padahal adalah orang-orang hebat yang keranjingan gila buku. Sebagai contoh, M. Hatta wakil presiden Indonesia pertama. Saat beliau diasingkan ke boven diegol, beliau membawa berpeti-peti buku untuk dibaca dan berkarya. Karena baginya, dengan buku beliau merasa bebas bukan terkekang. Pada akhirnya kita menyadari, betapa mulianya buku dan pembaca mengisi indahnya perjalanan waktu. Peran bacaan benar-benar menggebrak arah pandang.
Kembali ke pokok artikel. Untuk memulai belajar "cinta buku" tentu butuh komitmen yang kuat. Salah satunya adalah dengan setidaknya menyempatkan waktu 30 menit dalam sehari untuk membaca buku. Buku yang dibaca juga tidak harus memuat pembahasan yang berat. Kita bisa berangkat cinta buku dengan membaca buku berisi tentang hal ringan saja. Ini dikarenakan dalam tahap belajar cinta buku kita belum dapat menemukan pesan yang dalam pada buku-buku kelas berat. Tetapi bila kita rajin baca kita akan mampu menemui pesan bacaan melebihi si penulisnya.
Sebuah bacaan yang mengandung nilai positif, akan mendorong semangat berprestasi dalam hidup. Jadi, luasnya dampak baik membaca, secara sadar dapat mengubah pola fikir manusia itu sendiri. Ini karena buku mampu mempengaruhi pembacanya. Dan kita adalah sang pembangun peradaban bagi diri kita sendiri.
"Maka, bacalah buku baik. Agar beradab baik" Oleh voj
No comments:
Post a Comment
Komentarlah yang sopan. Tidak mengandung SARA, link aktif, serta mengandung unsur spam