23 June 2019

Disebaik Apapun Kamu Juga Ada Jahatnya



Judulnya memang saya buat agak
provokatif. Sebagai upaya biar disimak betul tulisan ini. Kan biasanya kamu sukanya cuma baca judul tanpa baca isi artikelnya. Tak apa. Saya maklumi karena memang setiap konten diblog ini banyak yang tulisannya njlimet susah dimengerti. Namanya juga saya ini blogger bego.

Tanpa perlu sana sini. Suatu kali saya mikirin cerita yang demikian, ada seorang anak minta dibeliin makanan yang dijual keliling. Nah, orangtua sianak tadi bilang ke anaknya kalau makanan yang dijual siabang tadi itu gak enaklah, itu obatlah, makanan itu gak boleh untuk anak-anaklah dll. Padahal alasan dibuat biar irit duit. Barang kali alasan yang agak mulia, makanan siabang tersebut tidak terjamin bahan pembuatnya.

Baca juga: Alasan Konyol Malas Mandi

Hal yang demikian secara halus orangtua tersebut melakukan kebohongan. Tentu kamu tahu, bahwa kebohongan merupakan biang keladi dari orang berbuat jahat.

Bohong pada dasarnya adalah mengingkari isi hati. Banyak sekali orang yang berbuat salah dalam hatinya tidak ingin berbuat yang demikian. Hatinya selalu kontradiksi dengan ucapan dan perbuatan. Dalam hati ngomong A, tapi karena faktor X outputnya bersifat jahat. Kan itu namanya bohong. Bohong itu perbuatan orang jahat.

Seorang filsuf asal China, Confusius (Kong Hu Cu) mengatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk mencintai kebaikan. Namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi.

Dari kutipan diatas bisa ditarik kesimpulan (dalam konteks artikel saya ini), bahwa manusia sejatinya punya potensi kebaikan. Namun kalau kita selalu dididik dengan kebohongan yang terus menerus kita juga berpotensi jadi orang jahat. 

Contoh lain tentang pendidikan kita. Saat masih kecil anak-anak dijejali dongeng sikancil. Padahal sitokoh utama ini punya sifat licik. Apakah semua orang bisa memetik hikmah kebaikan cerita-cerita tersebut? sementara semua dongengnya kancil lebih menonjolkan kelicikan. Dari awal saja kita sudah teracuni sifat-sifat jahat. Bagaimana nasib generasi?

Bagaimanapun saya terkesan dengan kalimat "jika ingin berbuat baik, berupayalah dengan sebaik-baiknya". Ini baru masuk. Meski kata mutiara ini juga sulit menerapkannya. Tapi apa salahnya kita berusaha menghindar dari pendidikan berbau kebohongan dan kejahatan.

Satu lagi. Perbuatan jahat memang sering bukan karena ada niat pelakunya tapi juga karena ada kesempatan. Kata bang Napi. Misal, saat ada temanmu terpeleset lalu ia jatuh. Hal pertama yang kamu lakukan adalah? yaps, menertawakan dan atau malah difoto nasib jelek temanmu itu. Kalau kamu memang murni anak yang baik. Pasti kamu langsung respon menolongnya, tanpa menertawakan terlebih dahulu.

Selanjutnya, berupayalah terus berbuat baik da waspadalah, waspalah, waspalah.

Baca juga: Tips Mengejar Resolusi

No comments:

Post a Comment

Komentarlah yang sopan. Tidak mengandung SARA, link aktif, serta mengandung unsur spam